Jakarta – Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI) adakan diskusi sesi perdana dengan tema “Toleransi Internal dan Eksternal Umat Beragama di Indonesia†secara daring, Sabtu (05/12/2020) dipandu langsung oleh Sekretaris Umum Majelis Pengurus Nasional (MPN) HISSI, Dr. Kama Rusdiana, M.H.
Acara diskusi berlangsung selama kurang lebih 2 jam dengan peserta yang tergabung dalam room zoom meeting sebanyak 53 orang. Adapun Narasumber pada diskusi perdana ini adalah Prof. Dr. Asasriwarni, MH selaku Majelis Pengurus Wilayah (MPW) HISSI Sumatera Barat dan Prof. Dr. Muhamad Amin Suma selaku Ketua Umum MPN-HISSI Tahun 2020-2024.
Menurut Prof. Dr. Asasriwarni , toleransi internal umat islam dalam bidang syariah dikiaskan dengan praktik salat, adanya keringanan bagi orang yang salatnya tidak bisa berdiri maka dibolehkan duduk, tidak bisa duduk dibolehkan berbaring dan bagi musafir dibolehkan untuk menjama’ salatnya. Sedangkan toleransi eksternal dikiaskan dengan adanya wasit dalam permainan sepak bola, atau dapat disebut juga dengan wasatan, artinya harus ada penengah antar umat beragama.
Selanjutnya, dalam hal toleransi umat beragama juga sangat dianjurkan dalam bermasyarakat, dengan mengikuti apa yang disampaikan Rasulullah SAW, bahwa seluruh ibadah yang kita lakukan muaranya adalah akhlak. Oleh karena itu, toleransi internal maupun toleransi eksternal umat beragama harus memahami ajaran agamnya dengan baik tanpa adanya perbuatan yg bersifat melaknat, mencaci, dan merendahkan satu dengan yang lainnya, imbuh beliau.
Sementara itu, menurut Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, narasumber kedua, adanya toleransi umat beragama di Indonesia dilatarbelakangi karena di Indonesia mayoritas muslim. Adapun inti dari toleransi atau tasamuh adalah bermurah hati dalam hal memberikan sesuatu kepada orang lain agar dapat diambil manfaatnya, sesuai dengan kaidah yang berbunyi “Jalb al-mashalih wa dafu’ al mafasidâ€, yang artinya mengambil kemaslahatan dan menolak kemafsadatan.
Toleransi internal umat beragama juga sangat penting dikedepankan. karena diinternal pemahaman keagamaan juga terdapat banyak perbedaan. Selama perbedaan tersebut tidak berpotensi merusak kepentingan umum dan bangsa serta negara, maka kita harus legowo (lapang). “…walaupun agamanya Islam, kitab dan amalannya sama, belum tentu sama dari segi pemahaman dan bisa jadi dari sisi kuantitasnya masih jauh dari kata sempurna“, jelas beliau.
Selain itu, dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 dan Pasal 29 ayat 1 dan 2, toleransi eksternal mendapatkan perlindungan yang memadai mengingat sisi kemajemukan bangsa Indonesia. lebih dari itu, sebagai umat beragama, kita harus memahami secara benar dan terus mengkaji tentang keilmuan yang berkaitan dengan tasamuh. Terakhir, beliau juga menegaskan bahwa ciri-ciri intoleran dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat fakta di lapangan bahwa masih adanya orang yang merasa paling benar, berjasa, dan berwenang, Jangan ciderai sila persatuan Indonesia, dan persatuan umat beragama. Yang terpenting saat ini, tanamkanlah jiwa keikhlasan dan ketulusan secara terus menerus dalam bergaul demi mewujudkan kerukunan umat beragama di Indonesia, tambah beliau. (Husnul/Kominfo).
Link Youtube Dialog: https://youtu.be/6tsFJUVzfbA?t=5
About The Author
You may also like
-
HISSI Percayakan Kembali Kepemimpinan pada Prof. Amin Suma untuk Periode 2025-2029
-
Pembukaan Munas dan Mukernas V HISSI di UIN Jakarta
-
HISSI Gelar Acara Motivasi dan Santunan Anak Yatim Sehari Sebelum Munas ke-V
-
Audiensi Pengurus HISSI ke Badilag Mahkamah Agung: Persiapan Munas ke-5 HISSI
-
HISSI Sumbar Gelar Seminar Nasional dan Musyawarah Wilayah, Bahas Implementasi UU Nomor 17 Tahun 2022